Namaku
Putri, aku biasa dipanggil Puput. Aku masuk salah satu Universitas Islam di
Bandung. Walau basic ku dari SMA. Hehehe. Hari pertama masuk kuliah, di kelas ku
melihat sosok pria yg misterius. Dia tampan, sangat pendiam, putih, tinggi dan
cukup menarik perhatianku juga rasa penasaranku. Hari demi hari ku lalui, rasa keingintahuanku
tentangnya pun terjawab. Pria itu bernama Hilman, dia pintar dan aktif dikelas,
aku kira dia orang yang pendiam, tapi ternyata tidak juga. Lama kelamaan
lincahnya terlihat, dia bawel, gokil pula, dan yang paling aku terkaget itu dia
seorang pemain biola.
Dengan
berjalannya waktu kitapun saling mengenal satu sama lain, yang awalnya aku dan
Hilman sangat kaku sampe kemudian kami menjadi teman dekat, bahkan lebih dekat
dari sahabat. Aku selalu menceritakan semua kejadian yang menimpaku, dari
cerita susah, senang, sedih, dan sebagainya begitu pula dengannya. Dia pria
yang sangat baik dan mengerti aku. Dia tempat curhat yang asik, tempat sharing
pelajaran yang menyenangkan. Dan pria yang penuh dengan kharisma, sehingga
banyak perempuan lain yang kagum padanya.
Aku seperti buntut baginya, kemanapun dia pergi, aku
selalu mengikutinya. Dari mulai dia futsal, main dengan teman temanya dan mereka
juga temanku, sampai satu organisasi pun
bersama. Dia yang selalu ada saat aku membutuhkan bantuan. Dari mulai meminta
bantuan menyelesaikan tugasku, mengantarku pulang, sampai menemaniku jalan
jalan. Seakan akan dia itu ambulan yang pada saat aku keluar dari pintu gawat
darurat, dia selalu ada. Banyak orang yang menyangka kita pacaran. itu
tidak mungkin. Hahahah
{
Sampai suatu hari, entah apa yang terjadi
padaku? Ketika aku melihatnya bermain biola di taman kampus, hatiku berdegup
kencang, tanganku berkeringat, lidahku kelu, bahkan kakiku sampai gemetar, tak
mampu ku melangkahkan kaki untuk berpaling darinya. Ku tutup mataku agar aku
mendapat ketenangan. Tapi saat ku terpejam.....
“Put,
lagi apa berdiri disini?” serentak aku terkaget mendengar suaranya.
“Panas
tau. Sini temenin aku latihan biola!” hilman mengagetkanku, kemudian kubuka
mataku.
“eh...
heheheh Hilman. Lagi diem aja, nyari tukang dagang nih laper.” Sanggahanku
“hahaha
put... put... sejak kapan ada tukang dagang keliling masuk kampus? Ngaco nih
kamu, saking laparnya ya? Kamu mah lapar
mulu deh perasaan. Yuk, aku traktir makan. Hari ini aku jadi pemadam kelaparan
kamu. Hahaha” ledeknya padaku
“eh...
iya. Lupa. Hehehe asik.... makan.....”
jawabku
Aku
berusaha bersikap seperti biasa dihadapannya, entah sampai kapan aku harus
berpura-pura dan berperang dengan hatiku sendiri. rasanya sangat
tersiksa. Aku perempuan yang memang agak sedikit tomboy, aku yang cuek akan
keadaan sekitarku, aku yang kadang memalukan diriku sendiri dengan tidak sadar,
dan aku yang selalu bersikap paling heboh dan gokil diantara teman temanku
termasuk juga hilman.Tapi sesaat kemudian, aku menjadi sosok yang pendiam, jaga
image, salah tingkah, dan lain lain jika berhadapan dengannya. Itu
sangat menyebalkan ketika secara tidak
sadar aku menjadi orang lain yang amat
sangat jauh berbeda dari kepribadianku jika ada dia dihadapanku.
Somebody help me
Apa
ini yang dinamakan cinta? Apa ini yang dinamakan kasih sayang? Apa ini....???
ssstttt.... sudah cukup sampai disitu pertanyaanku. Rasanya perutku lapar jika
aku selalu berpikiran hal itu. Tidak..... Aku mencoba berpositive
thinking akan keadaanku ini. Ya, agar semuanya berjalan seperti biasanya. Hari
demi hari ku lalui seperti biasanya, tugas kuliah yang menumpuk, pekerjaan
rumah seperti pembantu rumah tangga, menjadi pembisnis coklat online, dan
tentunya have fun dengan sahabatku Hilman walau aku harus merasakan perang
batin jika harus berhadapan dengannya.
{
Suatu hari, saat kami sedang kerja kelompok
salah satu teman perempuanku mendekati Hilman. Dia bertanya ini itu, ini itu,
sampai bosan aku melihatnya bulak balik dihadapan Hilman. Geram rasanya melihat
dia, ingin sekali aku menyingkirkannya. Rasa kesal melandaku saat itu, seperti
masuk kedalam lubang yang berisi kantung pasir tinju yang siap ku hantam satu
persatu. Aduh, perasaan ini timbul kembali. Aku benci.
Malam hari ku menulis puisi untuknya....
CINTA
DALAM DIAM
Kumencintaimu dalam diam
Karena diamku tersimpan kekuatan
harapan
Dan cintaku hingga saat ini masih
terjaga
Mungkin Allah akan membuat harapan
ini menjadi nyata
Ku ingin cintaku dapat
berkata
Dikehidupan yang nyata
Namun jika tak memiliki
kesempatan berkata
Biar semua in i tetap
diam jika kau bukan untukku
Aku yakin Allah akan menghapus
cintaku
Dengan berjalannya waktu
Dan memberi rasa yang lebih indah
untukku
Yang menjadi jalan takdirku
Biar cinta dalam diamku
ini
Menjadi memori
tersendiri
Dan relung hatiku
menjadi tempat rahasia
Kau dan perasaan
cintaku ini
Puisi
ini mewakili semua perasaanku padanya.
Aku hanya dapat berkata melalui tinta, dapat berbicara melalui irama,
dan dapat bercerita melalui karya. Satu satunya yang membuatku seperti orang
bisu yaitu perasaanku ini. Aku tidak ingin terobsesi memilikinya, karena itu akan
membuatnya pergi dariku. Cinta dalam diam yang memang tepat untukku. Dia tidak
tahu akan perasaanku, sikapnya yang menunjukkanku bahwa dia hanya menganggapku
sahabat.
Itu
tidak masalah untukku, karena berada didekatnya sudah lebih dari cukup, melihat
tawanya, mendengar suaranya, dan merasakan kehadirannya sudah membuatku
bahagia. Aku mencintainya dalam diam, karena aku tak mau merusak semua ini.
{
Pada
suatu hari di kampus, Hilman memintaku untuk menemaninya pergi ke suatu tempat.
Ternyata ada sesuatu yang ingin dia beli, kita pergi ke pasar bunga dan
membeli 1 rangkaian bunga mawar yang
akan dia berikan untuk hari ulang tahu ibunya. Setelah dia mendapatkannya, dia
petik satu bunga mawar merah untukku.
“ini
buat kamu put.” Sambil memberikan bunga mawar merah itu
“lah?
Buat aku? Untuk apa?” tanyaku terheran heran
“tanda
terimakasih, karena udah temenin kesini” jawab hilman
“oh...
ya, makasih” ku tersipu malu
Sungguh
hari yang amat sangat luar biasa untukku.hahahaha aku mendapatkan satu bungan
mawar dari seorang Hilman? Rasanya seperti melayang ke udara dersama awan awan
putih selembut salju yang menjadi bantalanku, dan turun kembali ke bumi dengan
pelang indah warna warni yang menjadi perosotanku. ihihihihi WAW... its amazing< ya walau ku tau
itu tak ada arti apa apa untuknya. Tapi untukku? Itu sangat berarti. Kusimpan
bunga mawar itu diatas meja belajarku, disamping fotoku dan Hilman. Rasanya itu
sangat serasi. Meja belajarku adalah tempat baru yang menyenangka ke 2 setelah
tempat tempat menyenangkan yang ku lalaui dengan Hilman. Karena meja belajarku
adalah saksi bisu dari semua pengakuan atas perasaanku. Setiap hari kutuliskan
diary atas namanya, tak pernah ku bosan menulis nama Hilman dalam diary ku walau berjuta kali banyaknya. Dan fotoku dengan Hilman yang bersender bunga mawar merah menjadi
pemandangan yang menyejukkan hati. Hehehe
Tutup pintu hatimu untukku
Jika semua yang ku lakukan
Karena ingin memilikimu
Buka
pintu kebencianmu
Jika
semua yang ku lakukan
Hanya
ingin mempermainkanmu
{
Aku
masih bingung, apa yang harus ku lakukan? Sungguh ini sangat menyiksa batinku.
Ketika pada suatu sore, setelah pulang kampu kami pulang bersama. Seperti
biasa, jalur taman kota yang kami lewati. Karena suasana sore hari di taman
kota sangat menyenangka. Ku berfikir disitu tempat yang tepat untuk
mengutarakan perasaanku. Walau ku cegah adanya pertanyaan padanya seperti: apa
pendampat Hilman tentangku? Bagaimana perasaan Hilman ke aku? Apa Hilman mau
menjalin hubungan denganku? Tidak ingin ku lontarkan pertanyaan itu. Kami
tertawa sepanjang perjalanan, dan dia memang bakat menjadi pelawak. Hahaha. Saat
kami sedang berjalan santai di taman, tiba tiba.....
“aaaaa........”
ku menjerit saat hilman mendorongku ke pinggir jalan.
Ternyata
sebuah motor hampir menabrakku, dan Hilman melindungiku. Tapi saat ku lihat
dia, ternyata motor itu menabrak Hilman. Betapa shocknya aku melihat dia
tergeletak tak berdaya dijalan, dengan mata yang terpejam, dan tak sadarkan
diri. Aku yang terjatuh dijalan kemudian bergegas lari menghampirinya, tak
peduli betapa sakitnya kakiku terbentur batu. Dengan jalan yang terpincang
pincang, ku kuatkan diri menghampiri Hilman.
“Hilman....
Hilman.....” teriakku padanya, sambil menolongnya.
Ingin
ku berkata sesuatu, tapi lidahku terlalu kelu. Seakan hanya namanya yang dapat
ku panggil dengan jelas dan lancarnya. Ya, hanya namanya saja. L air mataku meleleh membentuk anak
sungai di pipiku. Ini adalah peristiwa yang sangat membuatku terpukul.
“Ya
Alloh, tolong aku. Jangan kau ambil dia pergi dari sisiku dan sampai kau ambil
dia ke sisimu. Apa yang harus ku lakukan tanpanya? Aku akan merasa bersalah, dan penyesalan yang
amat sangat mendalam karena perasaanku tak dapat berkata dikehidupan nyata.”
Serentak ku panggil ambulan untuk membawanya
kerumah sakit. Dia yang jadi ambulanku saat aku keluar dari pintu gawat
darurat, sekarang aku yang memanggil ambulan untuknya? Sungguh menyedihkan. Aku
terdiam sepanjang perjalanan menuju kerumah sakit. Entah apa yang harus aku
lakukan untuk membantunya bangun kembali?apa canda tawa tadi adalah hal
terakhir yang kulakukan dengan Hilman? Apa tadi adalah terakhir kalinya aku
mendengar suaranya? Dan melihat nya? Aku mengingat semua kenangan bersama
Hilman, kenangan manis yang tak akan bisa terlupakan.
Setiba
dirumah sakit, kegelisahanku makin menjadi jadi. Setelah ku hubungi
keluarganya. Aku menangis dalam dekapan ibunya, ya kami memang sudah akrab satu
sama lain. Bahkan seperti anak dan ibu sendiri. Di luar pintu GAWAT DARURAT ku
menunggu dengan kegelisahan, tatapan yang penuh dengan sejuta harapan pada satu
orang yang keluar dari pintu itu. Semoga aku dapat menjadi ambulan saat Hilman
keluar dari pintu gawat darurat, karena biasanya dia yang melakukan itu. Tapi
kali ini, aku yang harus menggantikan tugasnya. Saat ada seseorang keluar.....
“dokter,
bagaimana keadaan temanku? Apa dia baik baik saja? Apa dia selamat? Apa dia
sehat sehat saja?” tanyaku pada dokter itu
“Maaf,
kami tidak dapat menolongnya. Benturan dikepalanya sangat keras, tak ada darah
yang keluar, tapi darah itu bergumpal banyak diotaknya.”
Serentak
hal itu membuat harapanku menjadi hancur berkeping keping.
“Kami
ingin melakukan pembedahan, tapi waktu yang tidak memungkinkan, dia
menghembuskan nafas terakhir dan membaca dua kalimat sahadat dan memanggil nama
“Put”. Siapa itu?” jelas dokter padaku
“
Put? Namaku Putri dok” sampai tersedu sedu ku berkata.
“
sungguh dia pria yang mengagumkan. Saat keadaannya sekarat, dia masih mengingat
Alloh dan kamu”.
Lekas
ku berlari menghampiri hilman yang sudah terbaring tak bernyawa. Air mataku
semakin deras membasahi pipiku. Aku tak dapat berkata apapun lagi. Langsung
keluarganya membawa dia kerumah, dan mengurus jenazahnya. Sungguh, aku tak
ingin melihatnya dalam posisi di balut kain putih dan wajah yang pucat. Aku
penakut, dan tak ingin melihatnya. Tapi ku kuatkan diri untuk selalu
mendampingi disisinya sampai tanah terakhir menutupi kuburnya.
Hanya do’a yang bisa kulantunkan
Keikhlasan yang selalu ku genggam
Kekuatan yang jadi tumpuan
Dan kenangan yang menjadi senyuman
{
Perubahan
kepribadianku serentak berubah, aku menjadi sosok yang pendiam, cuek, dingin,
dan menjauh dari apa yang ada hubungannya denganku dan Hilman. Rasanya itu
sangat menyiksa. Dan penyesalan terbesarku yaitu karena aku belum sempat mengutarakan
persaanku sampai dia menutup mata. Teman temanku berkata padaku, bahwa Hilman
sangat mencintaiku. Tapi dia tak mau mengatakannya karena takut merusak
persahabat kita, dan yang paling ia tidak mau yaitu menjalin hubungan terlarang
yang dapat merusak izzah dan iffahku. Hilman yang selalu hadir dalam mimpiku
dan membuatku semakin bersedih.
Teman
teman yang silih berganti menghiburku bahkan tak sanggup membuatku tersenyum.
Bunga mawar merah dan foto yang terletak dikamarku menjadi tempat pelamunanku
mengingat kenangan manis bersamanya. Semakin lama, semakin layu. Tapi tak ku
buang, bunga itu ku simpan baik baik.
Ku jalani hari dengan kesendirian
Tanpa seorang sahabat yang mengisi
ruang dan waktu
Rasanya ku ternanam menahan luka
yang dalam
Hampir saja ku mati rasa padamu
Dan hilangkan relung hatiku
“ketika
kau mencintai seseorang, katakan padanya. Tak usah takut akan apapun resikonya.
Tapi ingat, janganlah kamu memberinya pertanyaan apapun. Itu akan membuatmu
gelisah. Cukup dengan kau jujur atas perasaanmu, itu sudah sangat mengurangi
beban hatimu.”
{
Satu
tahun kemudian, tetap tak ada perubahan padaku. Aku belum kembali seperti dulu,
tak ada aku yang ceria, tak ada aku yang bawel, tak ada aku yang gila. Seakan
semuanya terkubur bersama kenangan manis disisinya. Pada pagi hari, 14 februari 2013 saat pergi kuliah aku melihat sosok pria yang
sedang memegang biola. Aku terkaget saat sosok Hilman yang ada dihadapanku.
Tapi kulihat kembali dengan kesadaranku, ternyata bukan. Aku melewat
dihadapannya dengan sedikit tersenyum, diapun membalas senyumanku. Pria itu
membuatku penasaran. Pada sore hari saat pulang kuliah, hal yang memalukan
terjadi. Pada saat itu aku sedang asik sms-an dengan temanku. Tiba tiba saat ku
berjalan....
“
awas.....” teriak seorang pria di hadapanku
Sejenak
ku terdiam dan melihat kedepan. Hampir saja aku terjatuh pada kubangan air.
Hahaha J itu sangat
memalukan. Saat kulihat pria itu, ternyata dia pria yang tadi pagi ku temui.
“hati
hati ya jalannya” dengan lembut dia memperingatkanku
Rasanya
sangat memalukan, kejadian yang tak
kulupakan. Rasa penasaranku padawa makin menjadi. Aku cari tahu tentangnya. Dia
bernama Adit, dia adalah kakak tingkatku. Dan ternyata kami satu jurusan.
Rasanya aku belum pernah melihatnya. Ya, bagaimana aku tahu, setelah kuliah
saja aku pulang kerumah karena tidak ada tempat lagi yang kutuju. Dulu selagi
Hilman ada, banyak tempat yang terjelajahi bersamanya. Seakan akan, semua
tempat itu menjadi neraka untukku, dan aku tak ingin pergi kesana lagi.
Hari
demi hari ku lalaui seperti biasa, sedikit ada perubahan. Aku mulai tersenyum,
setelah kejadian memalukan itu. Teman teman sekelasku senang akan adanya
perubahanku. Aku selalu memata matai Adit, saat dia di kampus, di kelas, bahkan
saat bermain biola. Rasanya sosok hilman masuk kedalam dirinya. Oh.... tidak
mungkin, tak ada yang bisa menandingi Hilman dimataku. Tempat favorit Hilman
main biola itu di taman kampus, suasana yang sejuk sangat mendukung. Tapi
mengapa Adit juga sering berlatih disitu? Apa benar Adit adalah jelmaan dari
Hilman? Oh.... sungguh mengherankan.
Makin
kesini, aku makin mencari tahu tentangnya. Dari mulai tempat tinggalnya, jadwal
kuilahnya, tempat favoritnya, hobinya, sampai makanan kesukaanya. Nah loh? Ko
mirip Hilman ya? Tidak mungki itu Hilman, tapi semuanya ada hubungannya dengan hilman.
Ku yakinkan bahwa Hilman adalah Hilman, tak ada orang yang menyamainya. Dan
Adit adalah Adit, orang yang kebetulan, ya seperti itu adanya. Rasa kagumku
pada Adit semakin besar, tapi bukan berarti ku melupakan Hilman. Tidak sama
sekali. Karena dia abadi tersimpan disisi lain relung hatiku. Aku yang selalu
menguntupi Adit kemana ia pergi. Kejadian yang sama saat dulu bersama Hilman,
tapi perbedaannya aku menguntip Adit diam diam. Hehehe
{
Selalu
saja begitu setiap hari. Ku luangkan waktu untuk mengikutinya pergi. Sampai ku
berpikir aku akan memberikan satu bunga mawar merah untuknya. Aku tak ingin
perasaanku ini menyiksa diriku seorang diri. Mungkin jika ku utarakan padanya,
dia bisa sedikit mengerti aku dan mengurang bebanku. Dan akhirnya kuputuskan
untuk mengutaraknnya, aku mebawa satu tangkai bunga mawar yang menjadi
kekutanku yang mengingatkanku pada Hilman. tapi saat ku berjalan di depan
rumahnya, aku melihatnya bersama perempuan lain. Dia mengajak perempuam itu
kerumahnya. Apa perempuan itu.....? tak sanggu ku lanjutkan kalimatku. Bunga
mawar yang ku genggam, serntak jatuh bersama semua anganku. Hancur lebur,
membentuk butiran debu.
“apa
ini takdirku? Apa Alloh memang menahan perasaanku hanya untuk Hilman. Dan
sengaja membuatku hancur karena Adit.” Ku duduk terdiam memetik kelopak bunga
mawar.
Memang benar, cintaku pada Hilman
tak memiliki kesempatan untuk berkata. Bukan berarti dia bukan untukku, tapi
memang Alloh mencegahku untuk mengatakan dikehidupan yang nyata. Dan mungkin
memberi kesempatanku berkata di kehidupan yang abadi, selamanya. Bunuh diri?
Hahaha bodoh. Itu adalah kata yang ku benci. Mungkin Alloh merencanakan
sesuatau dengan Hilman. Dia yang tak ingin aku menjalin hubungan terlarang (pacaran)
dengan lelaki lain, karena dia mencintaiku. Dan hanya ingin bersamaku di ikatan
yang halal bagiku.
Biarlah saat ini ku belajar jauh
darinya di dunia ini, dia mengajarkanku kesabaran dan keikhlasan. Mungkin dia
sedang menguji cintaku, dia sengaja membiarkanku hidup agar rasa rinduku
semakin dalam untuknya. Dan suatu saat nanti jika kita bertemu, rindu itu akan
lenyap dan berubah menjadi butiran cinta juga kehidupan yang baru.
“
Jangan takut, aku akan mencintaimu seribu tahun, dan akan mencintaimu seribu
tahun lebih J”
THE END
0 comments:
Post a Comment
JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR YAH ... ;)