Ku
menoleh dalam etalase jendela kamarku. Rumput menari dengan patuh dalam angin,
membuat pagi ini semakin dingin. Matahari bersinar di balik awan yang berarak mengikuti irama angin. Ya, pagi yang mendung
membuat segala jadwal aktifitas ku urung.
Saat ku menghempaskan pandangan ke sudut ruangan, terletak ranjang yang
sebelahnya meja belajarku yang terbuat dari kayu coklat yang sedikit usang,
dengan hamparan buku pelajaran dan beberapa kertas menghiasi. Tiba-tiba ku
terpaku pada sehelai kertas berwarna biru. Ku berjalan malas menghampiri meja
itu, saat ku baca ternyata itu formulir seminar “Menulis Kreatif” bukan acara
dikampusku. Tapi ini terbuka untuk umum. Sahabatku Icha yang mengundangku untuk
mengikuti seminar itu. Dia tahu, bahwa aku sedang coba-coba menulis. Ya, entah
ada bakat atau tidak. Tapi menurut Thomas Alfa Edison 1 % bakat dan 99% kerja
keras. Jadi aku harus memperbanyak kerja keras dibanding mengandalkan bakatku.
Entah dari mana orang melihat, ada yang bilang jika aku berbakat menulis.
Mungkin saja, tapi itu menjadikanku suatu pujian dan tantangan. Dimana aku haru
bisa berusaha keras menjadi penulis yang terkenal suatu saat nanti. Amiin.....
Waktu
sudah menunjukan pukul 09.00 pagi, dan awanpun tak mau menyingkir dari sang
surya. Ku bergegas merapihkan diri untuk pergi keacara itu. ku kenakan pakaian
yang sedikit formal dengan mengenakan rok panjang pink bercorak bunga dengan
kemeja katun peach panjang dan kerudung pink muda. Acara sudah dimulai
sesampainya aku disana. Ku duduk dibarisan belakang karena barisan depan yang
sudah penuh oleh peserta. Ku ganjal perut dengan beberapa kue yang panitia
berikan. Acara seminar berjalan dengan seru, beberapa pemateri menuangkan
sedikit ilmu pada peserta. Dan beberapa peserta termasuk aku melontarkan
beberapa pertanyaan. Acara usai pukul 12.30, ku temui icha dan melangkahkan
kaki ke mesjid kampus ini. Bukan norak melihat gedung-gedung yang lebih besar
dari kampusku, tapi emang ga tau
jalan kesana, jadi celingak celinguk
deh. Untung ada icha Hehehe......
Icha
kembali ke ruang seminar tadi, aku pergi meninggalkan jejak icha untuk mencari
caffe atau resto. Warteg juga boleh sih. Hehe.... usai makan, aku bergegas
pulang karena memang langit sudah tak menampakkan cahaya mentari. Dengan
hembusan angin yang menyapu jalanan, ku percepat langkahkan kaki. Hujan turun
membasahi bumi yang sedikit gersan, ku syukuri hujan yang turun menyimpan
sejuta rahmat dari-Mu. Dengan ragu ku menelusuri jalan aspal yang disiram hujan
. Yang menjadi permasalahan itu aku tak membawa payung. Ku berlar kecil mencari
tempat untuk berteduh sementara untuk menunggu angkutan umum yang melewat ke
arah daerah rumahku. Tiba-tiba ku melihat sosok pria mengenakan kemeja abu
dengan lengan dilipat sampai siku, celana bluejeans, dan sepatu pentople yang
memang sudah setengah basah karena percikan air hujan. Wajahnya yang sedikit
buram karena tertutup lebatnya guyuran
hujan, dia memiliki perawakan yang tinggi dan sedikit kurus. Kami pun
berpapasan, kulihat dia memakai nametag yang sama dengan icha, mungkin dia
salah satu panitia di seminar tadi. Tiba tiba dia menghampiriku, mungkin karena
dia tau kalau aku peserta seminar tadi. Bagaimana tidak, aku yang selalu banyak
tanya saat itu.
“pakai
payung saya” Tawarnya padaku
Saat
ku tajamkan mata pada sosok itu. hah..... hielman?
Serentak
ku terdiam digemuruh hujan yang mengeroyoki tubuhku. dengan pertanyaan besar di
benakku. “apa ini hielman?” tapi, tidak mungkin dia hidup kembali. Tapi wajah
itu, mata yang berbinar itu, dagu lancip itu, dan halis yang tebal itu. itu
adalah hilman, sosok yang meninggalkanku beberapa tahun lalu. Langsung ia menyodorkan
payung itu padaku, kemudian ia pergi melangkahkan kaki dengan berlari dan hujan
menghapus jejak kakinya bersama semua rasa penasaranku. Ku meratapi punggung
itu yang semakin jauh dari tatapan mataku. Mata ini tiba-tiba meneteskan air,
bukan air langit, bukan pula peluh yang menetes, tapi air mata yang seakan
mengartikan suatu makna yang teramat dalam hingga tetesean ini mengalir lembut
membasahi pipi. Untung aku sedang berjalan diderasnya hujan, jadi tak ada yang
tahu kalau aku sedang menangis.
tid..... tid.....
klason mobil membuyarkan lamunanku
Ya
Alloh, tersadar aku sedang berdiri di tengan jalan dalam derasnya hujan. Aku
bergegas pergi menuju halte terdekat. Wajah itu tak luput dari memoriku. Seakan
melekat dan tak mau pergi. Ku yakinkan diri bahwa yang ku lihat tadi hanya
fatamorgana atau bayangan semu tentang Hielman. Aku tau, karena aku merindukannya
setiap harinya. Tapi mengapa sosok itu begitu nyata? begitu benar adanya?
Seakan ku berada di dimensi yang lain, kembali pada beberapa tahun yang lalu.
Lamunanku kembali kabur saat seorang kenek berteriak memecah gemuruh hujan.
Kulangkahkan kaki dengan kesadaran yang sedikit melayang.
Sesampainya dirumah, ku kekeringkan
tubuh yang basah kuyup ini dengan sehelai handuk kesayanganku. Dan
menghangatkannya dengan secangkir susu coklat panas. Uap-uap panas itu mengepul,
seakan membentuk bayangan sosok pria yang ku temui tadi. Mengepul dan semakin
lama semakin menipis. Ku minum habis susu coklat itu. Aku pun bergegas
mengerjakan beberapa tugasku. Ku kerjakan tugas kampusku satu persatu. Walau
tugasku tak terselesaikan secara total. Aku mencoba menyelesaikannya, tapi
pikiranku kembali melayang akan bayang sosok pria itu. akupun meluncur ke arah
ranjangku, yang memang tubuh ini sudah memintaku merebahkannya. Ku meratapi
atap-atap kamar yang dari dulu memang seperti itu, tapi mengapa seakan berbeda.
Bayangnya tak ingin beranjak dari kelopak mataku. Mengalun lembut mata ini
mulai terpejam.
“hielman..............”
kejadian beberapa tahun lalu menghantuiku kembali
Astagfirullohal
adzim, ku terbangun tepat pukul 02.00. tetesan airmata ini kembali membasahi pipiku.
Ku niatkan untuk sholat tahajud malam itu. ku memohon dan berdo’a pada yang
Maha kuasa, tak lupa terselip disetiap do’aku untukmu nan jauh disana, didunia
lain yang mungkin sudah membuatmu bahagia. Tetesan air mata ini semakin deras
jadinya. Menangisi segala dosa yang kuperbuat, segala hal yang kusesalai, dan
hal yang mengiringi jalan hidupku selama ini. Usai sholat, ku tertidur kembali
untuk persiapan kuliah esok hari.
Aku
terbangun saat alarmku memecah belah suasana kamar yang hening tepat pukul 05.00,
lekas ku beranjak ke kamar mandi untuk mandi dan mensucikan diri untuk
menghadap sang illahi. Setelah berpakaian rapi, aku berangkat menuju kampus.
Tempatku menggali ilmu, tempatku memperkuat diri dari kenangan masalalu.
“assalamualaikum
nesya” seseorang menyapaku dari belakang saat ku berjalan menuju kelas.
Ku
menoleh ke arah sumber suara, terlihat sosok pria yang pernah ku kagumi dulu.
Sosok Adit ada di hadapanku? Bagaimana dia tahu namaku? Bagaimana dia tahu aku?
Jelas-jelas aku tak pernah penampakkan dan mengenalkan diri padanya.
“hey,
ko ngelamun?” adit menyadarkanku dari pertanyaanku dalam hati
“
waalaikumsalam, oh maaf” jawabku singkat
“kamu
junior aku kan yang kelasnya di ruang sebelah? Yang kalau ga salah dulu pernah
memergokiku bermain biola dihalaman kampus?” pertanyaan itu seperti petir yang
menyambarku dengan dahsyat
“hah?
Oh....hmmm... aku duluan ya kak. Takut telat” ku acuhkan pertanyaan itu dan
pergi begitu saja.
Bagaimana
dia tau akan hal itu? apa dia memergokiku? Ya ampun, hal itu sangat memalukan.
Tak ingin aku bertatap muka dengannya. Tapi aku penasaran, mengapa dia tau hal
itu? jangan sampai dia tau semuanya. Bisa gawat itu. bisa-bisa aku pindah
kampus. Hehe... kan malu bangettttt
Sepulang kuliah, aku menemui icha
dirumahnya. Menanyakan akan sosok pria itu dengan membawa foto Hielman yang ku
genggam.
“
assalamualaikum, icha....”
“Waalaikumsalam
put, ayo masuk. Udah pulang kuliah ya? Aku libur dong. Hehehe” jawabnya padaku
“ih...
enak banget kamu. Oh iya, aku kesini mau nanya sesuatu. Liat foto ini, aku
bertemu dengan orang ini kemarin. Dia mengenakan nametag yang sama denganmu
saat seminar.” Kumenunjukan foto hielman
“
hah? Siapa ini? Ini kan Ezha. Ko ada fotonya sama kamu?”
Ku
terkejut saat ia menyebutkan salah satu nama yang tidak ku kenal.
“
oh... ini Hielman.dia teman sekelasku dan sahabatku. Yang dalam anganku ku
anggap lebih dari seorang sahabat. Kita selalu pergi bersama. Aku tak menceritakan
ini ke kamu. Karena dulu memang kita sama-sama sibuk awal-awal kuliah. Dan kamu
tau sendiri bahwa aku orang yang memang tertutup akan hal apapun. Hielman
meninggal dunia, saat itu hidupku berubah karena aku telah melakukan kesalahan
menurutku. Tapi tidak menurut hatiku, aku menyayanginya lebih dari sahabat. Itu
semua membuat hidupku hampir berantakan. Dia tertabrak motor karena
menyelamatkanku. Harusnya aku yang tertabrak saat itu. dan mungkin aku yang
meninggal saat itu” air mata ini menetes, tak kuasaku membendungnya. Mengalir
deras membentuk anak sungai. Seakan luka lama ini kembali menganga saat ku ulas
kembali masalaluku.
“hah?
Ya ampun put. Udah ga apa-apa nangis aja. Biar perasaan kamu aga lega. Mungkin
orang kemarin yang kamu temuin itu Ezha. Ia mahasiswa pindahan dari luar kota,
luar pulau bahkan, dari Medan. Ko bisa mirip banget ya? Subhanalloh, kebesaran
Alloh.” Icha membuatku sedikit tenang, karena sedikit menceretikan sosok itu.
dan memang itu bukan Hielman yang ku kenal dulu. Kami Saling bercerita satu
sama lain tentang dua pria yang berbeda ini. Walaupun luka dihati ini semakin teriris
menguak kembali kisah masa laluku.
Ku menuliskan beberapa harapan
kedepan yang ingin ku wujudkan. Semoga saja. Lalu ku beli sebuah balon, dan
mengikatkan kertas itu dan menerbangkannya. “Semoga balon itu terbang
ketempatmu, dan kau membacanya dan menyampaikan pada-Nya.” Ini kegiatanku saat
kerinduanku padamu mulai merayap ke celah-celah hatiku.
ddrrrtttt... ddddrrrrtttt....
hp ku bergetar
Assalamualaikum
Ini putri ya?
Sebuah
nomor baru nyasar ke hp ku. Ku hiraukan nomor itu. beberapa lama kemudian.
“dddrrrttt.....dddrrrtttt....”
hp ku bergetar lagi
Kulihat
itu dari nomor hp yang sama.
Assalamualaikum
Put, ko ga di bales. Ini Adit
Mataku
menganga melihat sms itu. apa aku sala baca? Tapi tidak.
Waalaikumsalam
Kak adit? Semester atas?
Ada apa kak?
Ku
terdiam, resah, takut semua yang ku khawatirkan terjadi.
Kk boleh ketemu kamu besok?
Kk ada perlu sama kamu?
Pertanyaan
yang mebuatku semakin resah. Aku takut dia tau semua yang kulakukan hal saat
dulu aku masih mengeguminya. Karena sekarang perasaanku padanya biasa-biasa
saja. Ku mengunci rapat-rapat hatiku untuk orang lain selain Hielman.
Oh iya kak, ada apa?
Tanyaku
kembali
Besok, jam 4 sore
Di taman kampus.
Aku
tak membalas sms itu. aku hanya diam, menduga-duga semua yang ku khawatirkan
terjadi. Aduh... galau deh
Keesokan harinya, pukul 4 sore. Aku
tidak langsung menghampiri kak Adit. Aku diam di perpus mengerjakan sedikit
tugasku yang belum terselesaikan. Saat ku tengok jam tanganku, waktu
menunjukkan pukul 5 sore. Ada sedikit rasa khawatir jikalau Adit masih
menungguku. Aku bergegas ke taman. Dan ternyata benar saja dia menungguku
ditengah keramaian orang yang berlalu lalang di hadapannya.
“assalamu’alaikum,
kak maaf tadi aku ngerjain tugas sampe luma waktu. Aku kira kakak udah
pulang?!”
“waalaikumsalam,
oh iya ga apa-apa ko. Kakak Cuma mau kasih ini” dia mengulurkan plastik hitam
yang entah apa itu isinya.
“apa
ini kak? Buat aku?”
“iya
put, liat aja”
Ku
buka bingkisan itu, dan ternyata beberapa kue basah beraneka rasa. Ko dia tau
kalau aku suka kue-kue kecil imut ini? Yang dominan rasa durian dan coklat
kesukaanku? Agak aneh sih tapi, kubuang semua pikiran negatifku.
“makasih
ka, ini aku suka banget”
Kami
sedikit berbincang-bincang hingga sang fajar mulai terbenam dan sang mega
terlintas indah dihamparan langit-langit yang mulai berubah warna. Akhiranya
aku pulang, karena rasanya tidak baik bagi seorang wanita pulang selepas
magrib.
“rumahnya
dimana? kakak antar pulang ya put?” tawar Adit
“ga
usah ka, makasih. Rumah putri jauh. Jadi ga usah repot-repot. Makasih buat si
kecil-kecil ini ya ka. Putri duluan. Assalamualaikum”
“iya
sama-sama put, waalaikumsalam. Hati-hati dijalan, kalau udah sampai sms kakak”
aku
jadi sering smsan dengannya, dia sering memberikan apa yang aku suka. entah ada
apa ini?
Aku
pergi main kerumah Icha untuk menceritakan kejadian aneh belakangan ini. Saatku
berjalan hampir sampai dirumahnya, ku melihat motor yang nangkring di halaman
rumahnya. sepertinya ada tamu, aku masuk saja.
“assalamualaikum,
cha”
“waalaikumsalam,
masuk put”
Saat
ku langkahkan kaki kepintu rumah. Ku terpaku pada sosok itu, sosok yang kutemui
saat hujan deras itu. sosok yang ku tangisi, padahal aku tak tahu siapa dia.
“kebetulan
datang put, kenalin ini Ezha. Dia sekelas denganku. Harusnya jadi seniorku,
tapi saat pindah kesini dia mengulang semester bawah lagi” panjang lebar icha
mengenalkan Ezha, tapi aku hanya tersenyum
“
hai, aku putri. Salam kenal” sapaku padanya
“Ezha”
jawabnya singkat dan dingin
Nih
orang ngirit banget ngomong ya? Capek deh
“oh
ya, ini payungmu ku kembalikan. Makasih ya”
“itu
bukan mikikku, itu milik icha. Sama-sama”
Awal
perkenalan yang biasa saja tapi membuat dampak yang luar biasa. Kita jadi
sering kumpul bertiga, ya walau Ezha memang menanggapiku sedingin es tapi kami
sering kumpul dan hangout bareng. Tapi tanggapan Ezha hangat terhadap Icha.
Kenapa ya? Biarlah, mungkin karena aku orang yang bari dikenalnya.
Ku menuliskan kembali harapanku pada
secari kertas yang ku kaitkan pada balon. Harapan-harapan itu semoga menjadi
nyata. Aku jadi tahu semua tentang Ezha, ternyata wajah boleh sama dengan
Hielman. Tapi kepribadiannaya amat sangat berbeda jauh. Hielman yang murah
senyum, gokil, baik, sedangkan Ezha yang kaku, dingin dan cuek. Ezha jago main
gitar sedangkan Hielman jago biola. Entah kebetulan atau tidak aku sering
bertemu dengannya sepulang kuliah. Ya, walau rumah kami beda arah. Di dalam
sikap yang dingin ku temukan tatapan mata dengan sorotan yang hangat menyentuh
hati. Saat dia memperhatikan siapapu, apapun, dimanapun, mata biji almond yangh
berbinar sambil menyunggingkan sedikit senyuman ya seperti senyuman paksaan
mungkin tapi itu terlihat keren. Nah lho???? Ya gitu deh
Tapi
sikap lembut Adit membuatku nyaman, perhatiannya, penghayatan saat main biola,
karakternya, yang sama dengan Hielman. Tuh kan galau.....
Suatu
hari, di rumah icha.
“ini
novel bagus, baca!” suruh Ezha
“novel
apa ini?” tanyaku
“
baca!” tukas Ezha
“haduh...
nih orang kecut amat kaya cuka. Ckckck” gerutuku dalam hati
Aku galau, antara perasaanku
terhadap Adit yang perlahan berkembang dan perasaanku pada Ezha yang mulai
tumbuh sedikit demi sedikit. Semua kesamaan, semua perbeaan antara Hielman, Ezha,
dan Adit menjadi beberapa warna dan garis membentuk lengkungan kesatuan dimensi
pelangi yang indah, tumbuh indah didalam hatiku. Ku kuatkan diri, ku tegaskan
diri. Tak ingin berlarut lama-lama pada situasi yang membuatku bimbang ini.
Adit yang puitis selalu memberikan hal-hal yang aku sukai seperti barang,
makanan, bahkan koleksi puisinya. Sedangkan Ezha yang dingin, dia selalu
memberikanku novel, buku, untuk pelajaran menulisku. Ya, menjadi peganganku
untuk lebih baik lagi. Dia selalu memaksaku membaca, dan keesokannya menanyakan
isi dari buku atau novel itu padaku. Ya ampun.....
Adit lulus S1 nya, dan melanjutkan
jenjang S2 di luar kota bersama teman-temannya. Lama tak ada kabar darinya.
Berbulan-bulan lamanya hingga waktu wisudaku tiba. Aku pergi melanjutkan
jenjang S2 ku di Malaysia. Saat aku akan berangkat ke bandara Icha datang
mengucap perpisahan. Tapi tak ada satupun dari Adit dan Ezha yang mengucapkan
selamat tinggal padaku. Icha membawa dua pucuk surat padaku.
“put,
surat ini aku temukan di depan rumahmu. Entah dari siapa, dan ini surat dari Ezha
untukmu”
Ternyata
itu dari adit.
Kembalilah pada sangkar ini
Setinggi-tinggi kau terbang ke
angkasa
Aku kan menunggumu kembali
Dan ku siapkan segalanya untukmu
nanti
Surat
dari Ezha
Pergilah
Gapai mimpimu setinggi langit
Tapi tetaplah berpijak pada bumi
Bumi yang tak dapat memberikan arti
yang lebih
Tapi menjadi penopang saat kau
terjatuh
Ku
dapati bunga mawar berwarna putih pada surat Ezha. Putih? Mawar merah
melambangkan cinta, mawar kuning melambangkan kasih sayang. Mawar putih?
Kesucian? Suci dalam hal? Dia selalu membuatku bingung dengan semua sikapnya.
Usai ku membaca surat itu, ku
bergegas pergi. Dari ramainya manusia yang lalu lalang, ku memeluk temanku
erat. Ku meneteskan air mata. Ku tinggalkan kota ini, kota yang penuh dengan
sejuta kenangan, sejuta saksi bisu, sejuta keraguan dan sejuta ketidakpastiaan.
Ku hilangkan jejak demi jejak kaki di tengah keramaian orang, bersama perginya
aku dari semua bayang-bayang semu. Rasa sesak menghirup udara yang bagaikan
jarum menusukku begitu tajam. Menghempasku kedalam dunia yang kelam. Langkah
kaki ku tiba-tiba terhenti. Ku balikkan badan dan menyapu semua sudut bandara.
Entah siapa yang ku harapkan datang?
Ezha?
Ku tercengang melihat sosok itu ditengah-tengah keramaian
Ku
fokuskan untuk melihatnya kembali, tapi sosok itu menghilang ditelan keramaian.
aku tak bisa menemukannya. Mungkin itu hanya bayang-bayangku saja. Tapi mengapa
bayangan Ezha yang terlintas? Aku punbergegas pergi, meninggalkan kota ini.
Kota kembang yang penuh kenangan manis yang tak akan ku lupakan. Aku berjanji
akan kembali kesini dengan kesuksesanku dan menemui jodohku nanti. Menjadi apa
yang aku mau, yang pasti atas ijin Alloh S.W.T.
0 comments:
Post a Comment
JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR YAH ... ;)