Sutradara : Nesya Puspita Putri
Karya :
Nesya Puspita Putri
Setting :Panggung sederhana yang dihiasi properti satu kursi ditengah untuk
pemeran utama.
Naskah :
Para pemain mengenakan
topeng dan kostum. Ditambah musik yang mengiringi tarian topeng para penari.
Semua berjalan dari belakang kursi penonton menuju panggung sambil menari.
Setelah sampai panggung, pemain menari sambil mengelilingi panggung berpola
lingkaran sebanyak 1x. Kemudian para pemain duduk lesehan membentuk setengah
lingkarang, ditengah tengah pemain duduklah disebuah kursi untuk pemain utama.
Kemudian membuka topeng yang mereka kenakan.
Backsound : Suling
Assalamualaikum Wr.Wb
Aduhai, senang sekali
hari ini aku bisa menyapa kalian. Baiklah kali ini kita berbicara
tentang”Topeng dan Para Penggunanya”.
Sebelumnya, perkenan
aku bertanya pada kalian, apa yang kalian tahu perbedaan orang yang mengenakan
topeng dengan yang polos menampilkan wajah apa adanya?
Aku pun jujur saja tak
mampu membedakannya. Ada yang tak mengenakan topeng, tapi perilakunya seperti
seseorang yang bertopeng—kita-kira apa ia juga menunggang kuda? Ayolah, mari
cermati fenomena ini. mari sedikit leluasa tebarkan pandangan kalian. Bagaimana
kalau aku yang memulainya? Biar ku lempar dulu pendapatku. O, silahkan saja
kalian mengakap sederet ide terbangku yang bersayap.
Baiklah,
aku akan segera menangkapnya dan memikirkannya. (Salah satu pemain bertanya)
Ya, kau benar itu
selagi tak ada awan gelap menyembunyikannya, dan sebelum angin yang terlalu
kencang diatas melayangkannya terlalu jauh. Kejarlah! Tangkap segera!
Tapi,
apa tidak sebaiknya kau dulu yang mengemukakan pendapatmu?! (salah satu pemain bertanya)
Baiklah, baiklah......
aku berpendapat bahwa topeng itu perangkat tiruan wajah.
Apa
mungkin seperti ‘mimesis’ atau bahasa lain dari imitasi atau copy atau palsu?
Adalah seperti yang Aristoteles melihat mimesis itu lebih dari sekedar imitasi
terhadap realita. Menurutnya konsep ini merajuk pada representasi dari
tipe-tipe dan tindakan manusia pada umumnya dari pada imitasi dari alam. (salah satu pemain bertanya)
Apa? Kau bilang itu
‘mimesis’? Tunggu, tunggu dulu... itu bukan peniruan yang diambil dari kenyataan tanpa upya merekayasa. Topeng
yang ku maksud, oh, tentu saja manipulasi diri sendiri pada suatu figur ideal.
Apa
yang kau maksud topeng yang berwajah seperti badut yang lucu dan konyol? (salah satu pemain bertanya)
Hmmm.... baiklah. Kau
bertanya apa topeng itu berwajah badut, suka melucu dan bertingkah laku konyol.
Aku sedikit gambaran padamu. Topeng itu bisa saja berwajah badut humoris tetapi
berhati seperti yang dimiliki sang raja hutan yang ganas. Bagaimana bisa?
Silahkan kau bertanya lagi padaku. Hanya saja aku berpendapat bahwa keramahan tertentu belum bisa tulus
sebagaimana yang ditampilkan.
Nah, kau jadi penasaran
kan? Aku anjurkan padamu agar gemar mengamati orang-orang disekililing dirimu
saja. Banyak diantara mereka yang bersembunyi dari diri sendiri yang
sebenarnya.
Bagaimana kalu kuberi
contoh secara sekilas saja? Bisa kau dapati penjelasan yang terang? Aku mungkin
cenderung mau mengatakan bahwa orang-orang bertopeng sering berahasia. Lalu,
bisa saja mereka menunggan kuda dengan sebilah pedang anggar yang pipih dipinggang
kiri. Hahahahahaha........ kau tentu kini mengira mereka para pengikut zorro,
bukan? Santai saja dulu. waktu kita masih banyak untuk membahasnya. Jangan terlalu tegang sarafmu.
Mau cicipi dulu
penganannya. Hmmm... sepertinya panitia tidak menyiapkan sedikit snack untuk
kita. Atau mungkin minum saja dulu. Tapi minum pun tak ada juga. apa boleh
buat?
Baiklah, mari kita
diskusikan lagi.
Tahu tidak kau? Orang
yang mengenakan topeng sebenarnya mencoba untuk berperan ganda. Seperti
orang-orang munafik. Ia ingin berperan sebagai aktor yang begitu didambakannya,
dan sekaligus tentu saja ia juga ingin menyutradarai peran yang
dikonsepkan dalam kehendaknya sendiri.
Makanya banyak rekayasa yang dilakukan demi penyempurnaan peran yang sedang
ditampilkan.
Alasannya?
(salah satu pemain
bertanya)
Apa kau tanyakan padaku
tentang sebuah alasan? Ah, tentu itu sama saja dengan membicarakan mengapa kita
perlu makan. Dalam kasus orang bertopeng , oh, kawan, kau harus tau semuanya
hanyalah kamufalse. Samaran yang
menutupi bagaimana orang lain bisa
tertipu dengn penampilan sehingga peluang-peluang bisa datang . Lalu? Ah, aku
kira kau pasti tau kelanjutannya,. Selanjutnya tak lain hanyalah jalan untuk
mendapatkan apa yang diincar , merebutnya bukan dengan rampasan tetapi melalui
pesona tampilan yang memukau kesadaran
Sungguh?
Mereka benar-benar melakukan hal itu dengan sempurna. (salah satu pemain bertanya)
Ya, kau benar!. Tentu
saja sebuah metode yang cantik, bukan?
Setting :
Bancsound berhenti.
Para pemain diam sejenak dan terkejut. Nampak bingung dibuatnya. Satu pemain maju kedepan beberapa langkah.
Pemain lain yang dibelakang nampak heran dan kebingungan. Pemain yang maju
kedepan melantunkan ayat Al-Qur’an tentang orang-orang munafik.
Tapi
seperti apa kah mereka yang sebenarnya? yang ada disekitar kita? Kau mesti
memberiku suatu penjelasan yang lebih terperinci. (salah satu pemain bertanya)
Baik, baiklah...
sepertinya kau masih bingung dan butuh lebih banyak lagi penjelasan. Sekarang
biar aku bertanya dulu. apa pernah kau melihat seseorang yang sepertinya patuh
yang kemudian dari belakang mengumpat kepatuhannya sendiri? Dan berdusta pada
apa yang ia bicarakan? Apa pernah kau memperlihatkan orang yang tak menempati
janji karena waktu yang mendesaknya untuk mengucap janji? Sebenarnya begini
saja...
Orang bertopeng punya
kebiasaan berkata bahwa janji yang diucapkan pada keadaan terpaksa tak
seharusnya ditepati.
Lho
kok bisa? (salah
satu pemain bertanya)
Ah, lagi-lagi kau
terlalu lugu! Janganlah seperti itu! cobalah biasakan dirimu sendiri untuk
melihat apa yang terjadi sesuai pernyataan sebagaimana awal kejadiannya. Jangan
bertanya mengapa orang bisa sedemikian manipulatif. Ada satu hal lagi yang
perlu kau tahu.
Apakah
itu? (salah satu
pemain bertanya)
Iya, tenanglah. Aku akan
terangkan semuanya padamu. Orang bertopeng selalu berperan sesuai tuntutan
skenario yang ia tulis sebelumnya, tetapi dengan luwes selalu pandai ia
merevisi kembali bila skenario awal yang ditulis tak sejalan dengan situasi
terkini. Mudahnya, siapapun yang berada diatas panggung kepentingan pribadinya,
ia akan berteriak lantang seperti ikrar awal yang memandu dirinya berperan
meraih segala kepentingan pribadi sebagai motivasi penampilannya.
Setting :
Backsound berhenti
Lagu
Salah satu pemain maju
dan bernyanyi lagu Peterpan _ Topeng
Kemudian kembali duduk
seperti sebelumnya.
Naskah :
Seperti para wakil
rakyat yang luwes berjanji diatas Ai-Qur’an dengan begitu manis kata-katanya
dengan janji-janji palsunya, lalu kemuadian setelah duduk dikursi wakil rakyat
apa yang mereka lalukan? Semua janji, mereka ingkar semua. Tanpa merasa
bersalah melakukan hal yang membuat mereka senang dan puas. Apa kau tau ikrar
para pengguna topeng dipanggung kepentingan pribadinya? Dengar dan simaklah
bauk-baik. aku akan katakan padamu dengan intonasi yang mudah-mudahan bisa
menggambarkan situasi pengucapan ikrarnya. Sebentar aku tarik napas dulu,
berkonsentrasi, menyulap diriku seolah-olah bagian dari mereka.
“Kami bukan
siapa-siapa. Karena kamibisa jadi siapa saja, maka kami berterimakasih pada
para penerjemah. Maha Agung Dia yang diatas sana sebab begitu pemurah menutup
mata semua orang yang kami buat terlena...”
Begitulah ikrar para
pengguna topeng, kawan. Semoga kita terhindar dari tipu muslihatnya. Ya,
mudah-mudahan saja.
Wassalamualaikum Wr. Wb
1 comments:
Artikel ini sangat bermanfaat.
Sambil baca artikel ini, Aku numpang promosi deh !
Agen Bola, Bandar Bola Online, Situs Taruhan Bola, 7meter
Post a Comment
JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR YAH ... ;)