NESYA PUSPITA PUTRI

Thursday 5 September 2013

NARASI OBSERVASI PROGRAM DAARUL QUR'AN

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Gambaran Umum
            Saya adalah salah satu mahasiswa semester III jurusan komunikasi dan penyiaran islam, fakultas dakwah dan komunikasi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Saya adalah salah satu pengurus dari Daarul Qur’an Generation Bandung. Kantor Daarul Qur’an sendiri di Bandung berada di Jl. PU Pengairan No.8, Cipamokolan, Rancasari, Bandung Timur. Selain program sedekah untuk penghapal Al Qur’an, ada juga program-program lain. Saya dan ketiga teman saya kebetulan ditugaskan untuk observasi lapangan beberapa program Daarul Qur’an. Kami ditugaskan untuk mengamati program DaQu Clinic dan  Kampung Qur’an Merapi, Yogyakarta. Mengamati keadaan sekitar gunung merapi, mengamati perkembangan ajaran islam sebelum dan sesudah gunung merapi meletus dan adanya kampung qur’an merapi yang adalah salah satu program Daarul Qur’an, interaksi masyarakat pada program ini, menganalisa apa yang kami temukan di kampung qur’an merapi maupun di Daqu clinic. Tepatnya tanggal 26 agustus 2013, aku dan ketiga temanku juga keempat staf kantor cabang Daarul Qur’an Bandung, kami melakukan observasi ke kampung qur’an merapi kemudian observasi kami lanjut ke DaQu Clinic, Yogyakarta. Sangat kebetulan sekali ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Daerah Istimewa Yogyakarta, aku sangat antusias sekali melakukan observasi ini dan sekaligus mengisi waktu liburanku saat itu.

Observasi Kampung Qur’an Merapi
Setelah hampir 10 jam kami menghabiskan waktu diperjalanan dengan menggunakan bis, akhirnya kami sampai di terminal Giwangan, Yogyakarta. Salah satu staf kantor Daarul Qur’an Yogyakarta menjemput kami untuk mampir ke kantor terlebih dahulu untuk bersilaturrahim pada staf kantor disana. Dengan ramahnya beliau mengantarkan kami ke kantor setelah sempat mengantarkan kami untuk sarapan terlebih dahulu. Knatornya tak jauh beda seperti kantor Daarul Qur’an yang dibandung. Gedung tiga tingkat itu tertata rapi dan bersih. Setelah beberapa lama kami bersilaturrahim, kami bergegas menuju gunung merapi. Kami melewati UIN Sunan Kalijaga yang terlihat luas sekali. Perjalanan diperkiraan satu jam lebih menuju TKP. Setelah sampai dikaki gunung merapi, trek yang kami lewati lumayan sulit. Truk yang lalu lalang begitu besar membawa muatan pasir dan bebatuan. Jalanaan yang luasnya cukup untuk dua mobil, itupun terkadang mobil disalah satu jalur harus mengalah jika kebetulan jalan yang dilewati sempit dan licin. Jalanan yang menanjak, penuh bebatuan dan debu yaang memenuhi udara dan benda-benda melewatinya. Beruntunglah kami berada didalam mobil, senggah tak harus menghirup udara yang amat sangat penuh polusi. Semua itu tak menggetarkan kami untuk sampai ketempat tujuan. Diperjalanan kami melihat sekumpulan truk, mobil pengeruk, dan mobil-mobil besar lainnya sedang mengangkut matrial gunung merapi. Tebing-tebing curam nan tinggi, bebatuan yang luar biasa besarnya, serta pemandangan bukit yang memanjakan mata kami. Setelah beberapa lama dari kejauhan kami melihat gapura/tugu yang bertuliskan “ Kampung Qur’an Merapi” itu menjadi ucapan selamat datang pada kami yang terletak di Dusun Kalitengah, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Jogja. Kami singgah disaung qur’an yang bangunannya setengah terbuat dari tembok dan sisi lain terbuat oleh bilik/anyaman kayu dan kayu sebagai pondasinya. Seorang pemuda menyambut kami ramah.  Kami beristirahat sejenak kemudian mulai melakukan observasi. Mewawancarai mas Aryo yang statusnya sebagai pengurus kampung qur’an itu seorang diri. sempat ada beberapa yang membantu, tapi mereka mengundurkan diri dengan perlahan. Mas Aryo adalah mahasiswa lulusan dari Universitan Gajah Mada jurusan komunikasi pembangunan. Sebuah kampung dimerapi yang pada tanggal 26 oktober 2010 lalu dilanda bencana hebat hingga menelan korban sampai 165 jiwa termasuk mbah Majidjan. Rumah penduduk hancur, sepertinya segala kehidupanpun hancur tak meninggalkan sisa oleh ganasnya larva pijar, awan manas dan material vulkanik. Walau sekarang kawasan gunung merapi sudah tidak diijinkan untuk dihuni kembali, masyarakat tetap bersikeras kembali. Mungkin alasan yang sederhana, karena disanalah mereka lahir, mereka tumbuh, mereka hidup dan bersosialisasi. Dari setiap uluran tangan hamba Alloh, Daarul Qur’an membantu membengun kembali rumah warga. Tidak semata-mata Daarul Qur’an membangun rumah, saung bahkan masjid. Ini adalah salah satu sarana untuk berdakwah didaerah merapi. Apa kalian tahu? Sebelumnya masyarakat merapi jauh dari ajaran islam seperti mabuk, judi, dan lainnya. Dan tak sedikit pula yang masih menerapkan paham animisme. Setelah kejadian meletusnya gunung merapi, sebelum Daarul Qur’an datang untuk membantu adanya misionaris yang datang ke merapi. Beruntunglah keatangan mereka diketahui noleh beberapa pihak, dan kawasan itu diambil alih oleh Daarul Qur’an. Membangun ±80 Rumah Qur’an untuk warga, 3 saung Qur’an untuk sarana pengajaran agama islam, dan mesjid. Sekitar sudah satu tahun mas Aryo mengabdikan diri dimerapi untuk menyebarkan agama islam. Sungguh pengorbanan yang sangat luar biasa. Kampung yang hijau, nyaman tentram dan masyaralkat yang ramah tamah membuat kami betah. Disaung samping kiri saung qur’an ada kandang sapi milik warga, disebelah kanan saung ada mesjid yang berdiri kokoh. Setelah melakukan observasi sementara, para akhwat diajak untuk beristirahat disalah satu rumah warga yang tak jauh dari saung. Rumah bu Uin yang akan kami tinggali selama kami dimerapi. Sebuah rumah yang sederhana dengan hengangatan keramahan beliau menyambut kami dengan suka cita sepertinya. Sore harinya kami langsung menuju saung qur’an yang satunya lagi, mas Aryo sebagai pemandu jalan kami. Observasi kami lanjutkan kembali. Jalan turunan yang terjal dan licin karena pasir, jembatan kayu yang mulai rapuh, serta pepohonan dan rumah warga menjadu lintasan kami saat itu. Sesampainya disaung qur’an, kami melihat anak-anak sedang mengaji. Ada dua orang perempuan yanng masih muda sedang mendampingi anak-anak mengaji. Kami datang dan membantu mereka. Ingin sekali berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa jawa, sayangnya saya tidak menguasai bahasa tersebut. Bahasa nasional indonesialah yang menjadi baha komunikasi saat itu. mata kuliah dakwah antar budaya yang saya pelajari semester III ini sepertinya sesuai dengan perkara ini. sayangnya saat itu saya belum mempelajarinya teori, saya langsung praktek kelapangan bersama teman-teman yang lainnya. Belajar bersama, saling memperkenalkan diri satu sama lain dengan gaya yang berbeda-beda dan bermain bersama.  Kami pulang sekitar pukul 7.30 malam. Suasana yang sangat menyeramkan menurut saya karena pencahayaan lampu yang sangat minim, jalur perjalanan seperti saat kami pergi tadi, ditambah pepohonan dan hembusan angin gunung yang menambah suasana semakin menegangkan. Mas Aryo sungguh luar biasa menjalani ini semua, ditambah letak pasar yang jaraknyan ±5km dari kampung. Bukan hanya sekedar berdakwah atau mengajarkan ajaran islam. Bantuan, dukungan, dan suport yang harus kita berikan. Entah  itu dengan materil, material, ilmu, semangat, dan perhatian. Mereka semua butuh kita, butuh uluran tangan kita, bukan sekedar perkataan atau dakwahan kita saja. Pendekatan secara kontekstual, konstruktivisme, deduktif, induktif,  konsep dan proses  nyatanya memang sangat dibutuhkan. Bagaimana mas Aryo bersusah payah menarik para penduduk agar mau mengikuti ajaran islam, itu sangat sulit. Ikut berbaur dengan masyarakat, menjadi bagian dari masyarakat, mengikuti kegiatan masyarakata dalam hal positif seperti berkebun, berternak, dan lain sebagainya. Menarik hati anak-anak dengan cara bermain bersama, semua itu mas Aryo lakukan demi menarik hati mereka agar mau mengikuti ajaran islam dan meninggalkan kebiasaan buruk mereka yang sebelumnya. Mendengar cerita mas Aryo pada bulan puasa kemari, saat waktu sahur tiba terdengar suara gemuruh yang tak ada hentinya. Beberapa orang mungkin berpikir itu suara truk pengangkuit pasir tapi ternyata tidak. Itu sebuah suara dari perut gunung. Masyarakat berbondong-bondong memperingati masyarakat lainnya. Mas Aryo ikut keluar, semua penduduk berhamburan keluar. Mereka segera menepi ke pengungsian di bawah kaki gunung yang jauhnya kira-kira 5km. Dengan pencahayaan obor yang seadanya mereka semua berjalan melintasi lintasan yang terjal. Betapa tidak?  Turunan gunung yang terjal, pepohonan yang rindang, serta kegelapan malam yang kelam mereka taklukan bersama-sama untuk menyelamatkan diri. mereka takut terjadi hal yang serupa seperti kejadian merapi tahun-tahun yang lalu. Seorang Da’i yang tak masuk tv, begitulah sebutanku kepada mas Aryo. Kami menanyakan pesan dan kesan mas Aryo selama disini. Suka, duka, mas Aryo jalani. Rasanya ingin sekali bermanfaat untuk banyak orang seperti mas Aryo, itu pekerjaan yang sangat mulia. Saya yang kuliah dijurusan komunikasi dan penyiaran islam semoga dapat melebihi mas Aryo mengamalkan ilmu, pengalaman, dan hal lainnya.

Observasi DaQu Clinic
            Setelang selesai mengobservasi kampung qur’an, kami melanjutkan observasi kami ke DaQu clinic. Beberapa pegawai rumah sakit memperkenalkan diri masing-masing begitu juga kami. Salah satu suster bernama Tina menunjukkan kami setiap seluk beluk clinic. Sebuah klinik yang cukup luas dengan beberapa ruangannya. DaQu Clinic berdiri sekitar baru 2 bulan yang lalu. Ruangan yang sangat bersih dan rapih. Ada ruang tunggu yang dipenuhi kursi yang berbaris rapi. Ada ruang nifas 1, ruang nifas 2, ada ruang pasien laki-laki dan ruang pasien perempuan yang ada beberapa keluarga didalamnya, ruang tindakan, ruang bersalin, laboratorium, ada pula ruang terapi Al Qur’an. Kami bersilaturrahim ke ruang terapi bertemu dengan ustadz Fauzan. Beliau menyuruh kami menceritakan pengalaman kami selama di jogja sepertinya beliau sedang menila kepribadian kami. Dan kami bercerita dengan gaya kami masing-masing. Sebuah pengalaman yang sangat luar biasa. Mengenal perawat, dokter, dan ustadz yang bekerja di DaQu Clinic. Mereka semua yang kebanyakan tinggal ditempat yang jauh dari clinic, sekitar 20km jauhnya tapi mereka bersedia mengabdikan diri untuk masyarakat. Lebih mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.

Kesimpulan
            Setelah melakukan observasi ke Kampung qur’an Merapi dan DaQu Clinic dapat disimpulakan bahwa kita sebagai umat muslim harus saling menolong satu sama lain. Sadar akan tingkat nasionalisme yang tinggi. Dan kita sebagai manusia berkewajiban berdakwah kepada siapaun untuk mengajak dalam hal kebaikan. Kita harus peka kepada lingkungan sekitar. Khoirunnas anfauhum linnas, sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi oranng lain. Ilmu kita, pengalaman kita, bahkan harta kita tidak akan ada gunanya selagi kita tidak saling berbagi kepada yang lainnya. Begitulah hasil obsevasi saya terhadap Kampung Qur’an Merapi dan DaQu Clinic.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

0 comments:

Post a Comment

JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR YAH ... ;)

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons